PRAKTEK KEPERAWATAN DITINJAU DARI ASPEK EKONOMI

PRAKTEK KEPERAWATAN DITINJAU DARI ASPEK EKONOMI

Size
Price:

Baca selengkapnya

 PRAKTEK KEPERAWATAN DITINJAU DARI ASPEK EKONOMI
*Setiyo Adi Nugroho, *Satriyani, *Rima Berti Anggraini, *Sada Ukur BR. Barus
Program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
2014



 Latar Belakang
Pelayanan keperawatan di masa mendatang harus mengutamakan kebutuhan konsumen atau klien (consumen minded). Hal ini didasarkan pada kecenderungan perubahan saat ini dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, praktik keperawatan yang professional harus dapat dijadikan sebagai indicator penting agar kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan terpenuhi.[1] Tantangan ASEAN Economic Community tahun 2015 juga harus dijadikan motivasi perawat dalam memberikan pelayanan yang professional.
Berdasarkan survey Center for International Trade Studies Thailand (2012) yang membuat tiga kategori dalam melihat kualitas tenaga terampil, mencatat bahwa kulitas perawat Indonesia berada pada kategori menengah yang ditempatkan sejajar dengan Thailand. Diperkuat oleh data yang disampaikan oleh Bank Dunia tentang kesenjangan besar dalam kualitas pekerja terampil Indonesia. Disebutkan bahwa kesenjangan terbesar adalah penggunaan bahasa inggris (44 persen), keterampilan penggunaan komputer (36 persen), keterampilan perilaku (30 persen), keterampilan berpikir kritis (33 persen), dan keterampilan dasar (13 persen)[2].
Dalam upaya meningkatkan keprofesionalitasnya seorang perawat perlu mempunyai kerangka dasar dalam melaksanakan praktek keperawatan yaitu pandangan dasar tentang hakekat manusia dan esensi keperawatan. pandangan dasar tersebut yaitu memandang manusia secara utuh (holistik) meliputi dimensi fisiologis, psikologis, sosiokultural dan spiritual.[3] Apabila satu dimensi terganggu akan mempengaruhi dimensi lainnya. Salah satu dimensi yang tidak kalah pentingnya dan tidak boleh terlupakan yaitu ekonomi.
Undang-undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan mendefinisikan kesehatan adalah keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekomonis.[4] Ekonomi dalam kesehatan menjadi dasar yang tidak dapat terpisahkan, baik dari faktor individu, lingkungan, keluarga maupun dari keperawatan itu sendiri.
Dimensi etis ekonomi banyak yang mempertanyakan kualitas perawatan. Salah satu contohnya dari sudut keadilan atau justis, klien sebagai manusia memiliki hak untuk mendapatkan perawatan berkualitas tanpa memandang status ekonomi, kebangsaan, ras, dan sebagainya. Sedangkan keperawatan professional berkewajiban untuk memastikan bahwa layanan keperawatan benar-benar berkualitas.[5]

Masih banyak sudut pandang yang akan dibahas di makalah ini tentang keterkaitan ekonomi dengan praktek keperawatan. Tuntutan profesionali profesi keperawatan saat ini sangat dibutuhkan, apalagi sudah disahkannya Undang-undang keperawatan. Untuk itu penting sekali dalam melakukan praktek keperawatan perlu adanya komitmen dan pengetahuan perawat konsep dasar keperawatan serta aspek dan legal praktek keperawatan.
 Kehadiran ekonomi islam di tengah kemurungan ekonomi dunia, semakin memperjelas bahwa ekonomi islamlah yang mulai menampakkan kecerahan. Karena ekonomi islam merupakan sistem ekonomi yang lebih mengedepankan keuntungan di antara sesame pelaku ekonomi.


[1] Nursalam.2011. Manajemen Keperawatan; Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional Edisi 3. Salemba Medika. Jakarta hal;37
[2] Makmur keliat. 2013. Pemetaan Pekerja Terampil Indonesiadan Liberalisasi Jasa ASEAN. (online). http://www.kemlu.go.id/Documents/Penelitian%20BPPK%202014/Laporan%20Akhir%20Liberalisasi%20Jasa.pdf  hal; 40
[3] Aziz alimul hidayat. 2008. Pengantar Konsep Keperawatan edisi 2. Salemba Medika Jakarta. Hal:1
[4] Undang-undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 1

[5] Bastable, susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-prinsip Pengajaran dan Pembelajaran. EGC. Jakarta. Hal;25





BAB PEMBAHASAN
 Penelitian Yang Berkaitan
Dalam membuat makalah ini, penulis telah melakukan studi dan analisis terhadap penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti serta dapat menjadi referensi. Penelitian yang berkaitan dengan telah banyak dilakukan, tetapi penelitian-penelitian sebelumnya memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Berikut adalah beberapa hasil penelitian yang dimaksud:
a.       Penelitian oleh W-S Kelvin Teo, Anusha Govinda Raj,  Woan Shin Tan, Charis Wei Ling Ng, Bee Hoon Heng, dan Lan Yi-Onn Leong (2014). [1]
Penelitian yang berjudul “Economic impact analysis of an end-of-life programme for nursing home residents”. Penelitian di Negara Singapura ini dilakukan dikarenakan tidak adanya perawatan paliatif sehingga penghuni panti jompo seringkali mengakhiri hidupnya di perawatan rumah sakit berdampak kepada biaya perawatan kesehatan yang tinggi. Tujuan penelitian membandingkan banyaknya biaya bagi lansia yang dirawat dipanti jompo dan yang dirawat di rumah sakit.
Hasil penelitian Dengan perawatan panti jompo menunjukan penghematan yang besar terkait program hidup lansia dari pada perawatan di rumah sakit. Penelitian ini agara dapat membantu pembuat kebijakan untuk mengambil keputusan tentang alokasi dana kesehatan.
b.      Penelitian pada tahun 2011 oleh Jesus Martin-Fernandez, Francisco Javier Perez-Rivas, Tomás Gómez-Gascón, Isabel del Cura-González, Eugenia Tello Bernabé, Gemma Rodríguez-Martínez, Elena Polentinos-Castro, Julia Domínguez-Bidagor, Gloria Ariza-Cardiel, Juan Francisco Conde-López1, Milagros Beamud-Lagos, Óscar Aguado-Arroyo, Teresa Sanz-Bayona, and Ana Isabel Gil-Lacruz.[2]
Sebuah studi yang dilakukan di Negara Spain ini berjudul “A study of the user’s perception of economic value in nursing visits to primary care by the method of contingent valuation”. penelitian ini betujuan untuk mencoba mengekstrak nilai ekonomi secara subyektif bagi pengguna layanan asuhan keperawatan primer dalam sistem kesehatan masyarakat. Penelitian yang dilakukan kepada populasi berjumlah 600 sehingga populasi diambil secara acak untuk diwawancarai tentang perspektif kemauan membayar dan kesediaan mendapatkan kompensasi.
Hasil penelitian ini dapat mendefinisikan sebuah “loss aversion” yang mengacu pada sebuah pelayanan. Karekteristik responden menunjukan kurang adanya kemauan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak ada perencanaan.
c.       Penelitian pada tahun 2013 yang dilakukan oleh H. Haji Ali Afzali, J. Gray, J. Beilby, C. Holton, D. Banham and J. Karnon.[3]
Penelitian yang berjudul “A risk-adjusted economic evaluation of alternative models of involvement of practice nurses in management of type 2 diabetes”. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keefektifan biaya perawatan dengan keterlibatan perawat dipengelolaan pasien diabetes tipe 2 dengan alternative model perawatan primer.
Hasil penelitian tersebut tidak adanya siginifikansi selisih biaya antara dua model perawatan akan tetapi high –level model lebih baik dibandingkan yang lain. Sehingga dapat disimpulkan indikasi kuat dengan mengguanakan high –level model adalah cara yang tepat untuk menghemat biaya.
Berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwasanya ekonomi dengan kesehatan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. sebagai wujud profesionalitas profesi keperawatan mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan dari sisi ekonomi sesuai dengan etik dan legal keperawatan. Di dalam teori Bereaucratic Caring Dr, Marilyn Ray’s menyampaikan konsep hubungan perawat-klien dengan variabel perawatan, dimana salah satu variabel yaitu ekonomi.
Healthcare, healthcare systems, and the practice of nursing in complex organization are constantly changing. nurse are involved in a practice environment grounded in the spiritual-ethical, political, economic, legal, technological, educational, physical and social-cultural dimensions of caring (DR. Marilyn ray of bureaucratic caring)[4]
Pernyataan diatas dimaknai kesehatan, sistem kesehatan, dan praktik keperawatan dalam organisasi yang kompleks yang terus berubah. perawat yang terlibat dalam praktek didasarkan pada dimensi spiritual-etika, politik, ekonomi, hukum, teknologi, pendidikan, fisik dan sosial-budaya.

The formal theory of relational caring complexity illustrated that the caring relationship among the nurse, patient, and administrator is complex and co creative, is both process and outcome, and is a function of a set of economic variables and a set of nurse-patient relational caring variables. economic variables are depicted as time, technical, and organizational resources. nurse-patient relational caring variables are caring, relationship, and education (turkel & ray, 2000)[5]


[5] Marian C. Turkel. 2007.

[1] W-S Kelvin Teo,et al.  2014. Economic Impact Analysis an end-of-life Programme Nursing Home Residents. SAGE Journal Palliative Medicine vol. 28 (5) 430-437
[2] Martín-Fernández et al.: A study of the user’s perception of economic value in nursing visits to primary care by the method of contingent valuation. BMC Family Practice 2011 12:109
[3] H. Haji Ali Afzali. Et al. 2013. A risk-adjusted economic evaluation of alternative models of involvement of practice nurses in management of type 2 diabetes. Journal Diabetic Medicine. Proquest. 855-863.
[4] Marian C. Turkel. 2007. Dr. Marilyn Ray’s Theory of Bereaucratic Caring. International Journal for Human caring. Vol. 11, No. 4, 57-69.





1.1.       Konsep Praktek Keperawatan
a.       Definisi Perawatan
Pada tahun 1955, ANA (American Nurses Association ) menerbitkan definisi resmi tentang praktik keperawatan yaitu praktik keperawatan professional merupakan sebagai bentuk penampilan dari asil tindakan observasi, asuhan, dan konseling dari kondisi sakit, cidera atau ketidakberdayaan atau upaya dalam mempertahankan kesehatan atau mencegah terjadinya penularan penyakit, atau upaya dalam pengawasan dan pengajaran pada staf atau dalam pemberian medikasi dan pengobatan yang sesuai yang diresepkan oleh dokter atau dokter gigi, kebutuhan dari penilaian dan keterampilan spesialis tertentu dan berdasarkan pada pengetahuan dan aplikasi prinsip – prinsip ilmu bilogi, fisika dan social. Namun definisi diatas menekankan peran perawat yang tidak mandiri, sehingga definisi tidak lagi dapat diterima.
Pada tahun 1965, committee on Education ANA mengeluarkan surat pernyataan yang menegaskan definisi keperawatan secara lebih utuh dan menitikberatkan pada peran mandiri keperawatan sebagai profersi, yaitu keperawatan merupakan profesi yang membantu dan memberikan pelayanan yang berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan individu. Kemudian keperawatan juga merupakan konsekuaensi penting bagi individu yang menerima pelayanan, profesi ini memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh seseorang, keluarga atau kelompok.[1]
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pada tahun 2005 dalam Standar Profesi Perawat Indonesia mengatakan praktek keperawatan yaitu perawat peran sebagai pelaksana keperawatan, pengelola keperawatan dan atau kesehatan, pendidik dan peneliti. Dalam melaksanakan tugasnya berfungsi secara mandiri dan kerjasama (kolaborasi).[2]Dalam Undang-Undang Keperawatan yang disahkan pada tanggal 25 September 2014 praktek keperawatan juga didefinisikan wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. [3]
Berikut beberapa dasar perawat bisa praktek:
1)      Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat yang memiliki masalah fisik, mental maupun sosial di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
2)      UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat (4) menyebutkan bahwa; Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pasal 53, ayat (1) juga menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Pasal 53, ayat (2) menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.[4]
3)      Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehansif, ditunjukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia
4)      Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat profesi yang berorientasi pada pelayanan yang memiliki empat tingkatan  klien(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang  mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan.[5]
b.      Dasar Hukum Praktek Keperawatan
1)      UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
2)      UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
3)      UU Nomor Tahun 2014 Tentang Keperawatan
4)      Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5)      Peraturan Mentri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek Perawat
6)      Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktek Perawat.
c.       Siapa yang boleh praktek
Sesuai dengan definisi perawat dalam Undang-undang keperawatan tahun 2014 yaitu seorang yang telah lulus pendidikan keperawatan baik di dalam dan di luar negeri yang diakui oleh pemerintah.
Kemudian dijabarkan dipasal 4 yaitu jenis perawat terdiri perawat professional, perawat vokasional, dan asisten perawat. Untuk perawat professional yaitu ners, ners spesialis, ners konsultan.
Agar perawat bisa melaksanakan praktek keperawatan:
1)      Lulus uji kompetensi
2)      Mengajukan Surat Tanda Registrasi kepada konsil keperawatan dengan syarat memiliki ijazah, sertifikat uji kompetensi, surat rekomendasi organisasi profesi
3)      STR diterbitkan oleh konsil keperawatan
4)      Mengajukan Surat Ijin Praktek Perawat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Setempat dengan persyaratan STR, Rekomendasi PPNI, Keterangan tempat praktek.
d.      Tujuan Praktek Keperawatan
Sesuai yang dicanangkan WHO (1985) harus diupayakan pada pencegahan primer, peningkatan kesehatan pasien, keluarga dan masyarakat, perawatan diri, dan peningkatan kepercayaan diri.[6]
e.       Dampak Praktek Keperawatan
Pada hakikatnya, keperawatan sebagai profesi senantiasa mengabdi kepada kemanusiaan, mendahulukan kepentingan kesehatan klien diatas kepentingan sendiri, bentuk pelayanan bersifat humanistic, menggunakan pendekatan holistic, dilaksanakan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta menggunakan kode etik sebagai tuntunan utama dalam melaksanakan asuhan keperawatan.hubungan professional perawat klien yang pada hakikatnya mengacu pada sistem interaksi perawat klien secara positif atau mengadakan hubungan terapeutik yang berarti bahwa setiap interaksi yang dilakukan memberikan dampak teraupetik yang memungkinkan klien untuk berkemabang lebih baik.
Dengan terciptanya hubungan professional perawat-klien, maka perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan akan mendapatkan kepercayaan (professional trust). Dengan adanya kepercayaan tersebut, perawat telah menunjukan kemampuan intelektual, keterampilan teknis dan sikap yang dilandasi etika profesi sehingga mampu membuat keputusan (judgement) secara professional.[7]
f.       Pelanggaran sanksi keperawatan
Jika perawat melanggar ketentuan Undang-undang Keperawatan bisa terkena sanksi pidana dan perdata
1)      Pasal 69 Perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan tanpa memiliki STR dan/atau SIPP sebagai dasar lisensi dipenjara paling lama 1 tahun dan denda Rp. 100.000.000,-
2)      Perawat yang memberikan obat selain obat bebas dan bebas terbatas dipenjara paling lama 3 tahun dan denda Rp500.000.000,-
g.      Peran dan fungsi perawat
1)      Peran perawat
a)      Peran sebagai pemberi asuhan klien
            peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapatdilakukan perawat dengan memperhatikan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawtan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
b)      Peran sebagai advokat klien
 Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak – hak pasien yang meliputi hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c)      Peran educator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d)     Peran sebagai coordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah sesuai dengan kebutuhan klien.
e)      Peran kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain – lain dengan upaya mengidentifikasikan pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f)       Peran konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
g)      Peran pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakanperencnaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2)      Fungsi perawat
 Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah sesuai dengan keadaan yang  ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya sebagai fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen.
a)      Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisai diri.
b)      Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atau pesan atau intruksi dari perawat lain, Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer keperawat pelaksana.
c)      Fungsi interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan menbutuhkan  kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang diberikan.
h.      Aspek Etik Perawat[8]
1)      Autonomy
Mengacu pada hak untuk membuat keputusan sendiri. Perawat yang mengikuti prinsip ini mengakui bahwa setiap klien adalah unik, memiliki hak untuk menjadi apa orang itu, dan memiliki hak untuk memilih tujuan pribadi. orang memiliki "inward autonomy" jika mereka memiliki kemampuan untuk membuat pilihan; mereka memiliki "outward autonomy" jika pilihan mereka tidak terbatas atau dipaksakan oleh orang lain.
2)      Nonmaleficence
adalah kewajiban untuk "tidak membahayakan" meskipun hal ini tampaknya akan menjadi sebuah prinsip sederhana untuk diikuti, pada kenyataannya kompleks. Dapat berarti sengaja bahaya menyebabkan kerugian, menempatkan seseorang pada risiko bahaya, dan secara tidak sengaja menyebabkan kerusakan. dalam keperawatan, kerusakan yang disengaja tidak pernah diterima. Namun, menempatkan seseorang pada risiko bahaya memiliki banyak sisi. klien mungkin berada pada risiko bahaya sebagai konsekuensi diketahui intervensi keperawatan yang dimaksudkan untuk membantu.
3)      Beneficence
Berarti "berbuat baik" perawat diwajibkan untuk berbuat baik, yaitu untuk melaksanakan tindakan yang menguntungkan klien dan dukungan buat mereka. Namun, berbuat baik juga dapat menimbulkan risiko merugikan
4)      Justice
Sering disebut sebagai keadilan. perawat sering menghadapi keputusan di mana rasa keadilan harus menang.
5)      Fidelity
Artinya menjadi setia kepada perjanjian dan janji-janji. berdasarkan kedudukan mereka sebagai perawat profesional, perawat memiliki tanggung jawab kepada klien, pengusaha, pemerintah, dan masyarakat, serta untuk diri mereka sendiri. perawat sering membuat janji seperti aku akan segera kembali dengan obat penghilang rasa sakit atau aku akan mencari tahu untuk Anda. klien mengambil janji tersebut secara serius, sehingga harus menunggu perawat
6)      Veracity
Mengacu pada mengatakan yang sebenarnya. meskipun hal ini tampaknya sederhana, dalam prakteknya, pilihan tidak selalu jelas. harus perawat mengatakan yang sebenarnya ketika diketahui bahwa hal itu akan menyebabkan bahaya? apakah perawat berbohong ketika diketahui bahwa kebohongan akan mengurangi kecemasan dan ketakutan? berbohong kepada orang sakit atau sekarat jarang dibenarkan. hilangnya kepercayaan perawat dan kecemasan yang disebabkan oleh tidak mengetahui kebenaran.

1.2.       Konsep Ekonomi Kesehatan
Bidang ilmu ekonomi secara tradisional di bagi menjadi dua subbidang yang luas. Ekonomi mikro merupakan pembelajatran tentang bagaimana rumah tangga dan perusahaan membuat keputusan dan bagaimana mereka berinteraksi pada pasar tertentu. Ekonomi makro mempelajari fenomena-fenomena ekonomi secara luas.
 Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan pengaruh yang sangat besar pada setiap aspek kehidupan bangsa dan Negara Indonesia. Hal ini menjadi semakin parah dengan terjadinya bencana alam yang berskala local maupun nasional di wilayah Indonesia dan berdampak pada bidang kesehatan.
Kemampuan pusat-pusat pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan bermutu dan harga obat yang terjangkau oleh masyarakat umum semakin menurun. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan semakin meningkat  sejalan dengan meningkatnya kesadaraan mereka akan arti hidup sehat. Namun, daya beli masyarakat untuk memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan semakin menurun akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, terutama harga obat-obatan yang hamper semua komponennya masih diimpor.
Departemen kesehatan RI sudah mengantisipasi dampak krisis ekonomi dibidang kesehatan dengan menyesuaikan terus kebijakan pelanyanannya terutama di tingkat operasional. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan primer, baik dipusksmas maupun rumah sakitt di tingkat kabupaten harus dijadikan indicator penerapan kebijakan baru di bidang pelayanan kesehatan. Realokasi dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) juga perlu terus dikembangkan oleh pemda untuk membantu penduduk miskin. Beberapa kebijakan operasional yang sudah mendapat perhatian dalam menghadapi krisis kesehatan ini adalah sebagai berikut :
a.       meletakkan landasan kebijakan kesehatan yang lebih bersifat pencegahan (preventif)
b.      kebijakan obat nasional harus diarahkan untuk permasyarakatan obat-obatan esensial yang terjangkau oleh masyarakat.
c.       Etika kedokteran dan tanggung jawab profesi seharusnya mendapat porsi yang lebih besar dalam pendidikan dokter agar dokter yang ditamatkan oleh fakultas kedokteran di Indonesia juga dapat berfungsi sebagai cendikiawan di bidang kesehatan.
d.      Kesehatan merupakan hak masyarakat yang harus diperjuangkan terutama penduduk miskin karena sudah merupakan komitmen global pemerintah


A.    Pembiayaan kesehatan
Sumber-sumber pembiayaan kesehatan dapat di peroleh dari pemerintah, swasta, masyarakat dalam bentuk pembiayaan langsung (fee for service) dan asuransi, serta sumber-sumber lain dalam bentuk hibah atau pinjaman dari luar negeri.
Pembiayaan kesehatan di masa depan akan semakin mahal karena :
a.       Pertumbuhan ekonomi nasional yang juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan (demand) masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.
b.      Perkembangan teknologi kedokteran dan pertumbuhan industry kedokteran. Hamper semua teknologi kedokteran masih impor sehingga harganya relative mahal karena nilai rupiah yang jatuh dibandingkan dolar amerika.
c.       Subsidi pemerintah semakin menurun akibat krisis ekonomi tahun 1998.

B.  Sumber kegiatan sector kesehatan
1)       Pemerintah
Melalui anggaran pendapatan belanja Negara (APBN) yang disalurkan ke daerah dalam bentuk dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, porsi dana sector kesehatan yang bersumber dari APBN menurun. Pemerintah pusat juga masih tetap membantu pelaksanaan program kesehatan di daerah melalui bantuan dana dekonsentrasi khususnya untuk pemberantasan penyakit menular.
2)      Anggran pendapatan belanja daerah.
Mobilisasi dana kesehatan juga dapat bersumber dari masyarakat dalam bentuk asuransi kesehatan, investasi pembangunan sarana pelayanan kesehatan oleh pihak swasta, dan biaya langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk perawatan kesehatan. Dana pembangunan kesehatan yang diserap oleh berbagai sector harus dibedakan dengan dana sector kesehatan yang diserap oleh dinas kesehatan.
3)      Bantuan dari luar negeri
Bantuan dari luar negeri dapat dalam bentuk hibah atau pinjaman untuk investasi atau pengembangan pelayanan kesehatan

C.     Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme pengalihan resiko (sakit) dari resiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing – masingpeserta asuransi akan lebih ringan tetapi mengandung kepastian karena memperoleh jaminan.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari asuransi kesehatan merupakan salah satu cara yang terbaik untuk mengantisipasi mahalnya biaya pelayanan kesehatan, karena :
a.       pemerintah dapat mendiversifikasi sumber-sumber pendapatan dari sector kesehatan.
b.      Meningkatkan efisiensi dengan cara memberikan peran kepada masyarakat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan.
c.       Memeratakan beban biaya kesehatan menurut waktu dan populasi yang lebih luas sehingga dapat mengurai resiko secara individu.

Unsur-unsur asuransi kesehatan, yaitu:
a.       Adanya perjanjian
b.      Adanya pemberian perlindungan
c.       Adanya pembayaran premi oleh masyarakat
Jenis asuransi yang berkembang di Indonesia, yaitu :
a.       Asuransi kesehatan social (social Health Insurance)
Contoh : PT Askes untuk pegawai negeri sipil(PNS) dan penerima pension, PT Jamsostek untuk tenaga kerja swasta
b.      Asuransi kesehatan komersial perorangan (private Voluntary Health Insurance)
Contoh : Lippo life, BNI life, Tugu mandiri, Takaful.
c.       Asuransi kesehatan komersial kelompok (regulated private Health insurance)
Contoh : Produk asuransi kesehatan suka rela oleh PT Askes.

D.    Sistem Pebayaran kesehatan
1)      Retrospektif
a)      Biaya dibebankan lebih awal
b)      Pembayaran di berikan setelaah pelayanan di berikan
c)      penyalahgunaan melalui permintaan atau adanya tes yang tidak diperlukan
d)     lebih berfokus pada keadaan sakit dibandingkan sejahtera.
2)      Prospektif
a)      Pihak yang berwenang sudah menentukan besarnya premi
b)      Besarnya premi dari prediksi yang ditentukan sejak awal
c)      Besarnya premi relative tetap dibandingkan keseluruhan biaya
d)     Provider beresiko rugi atau untung.

E.     Jaminan Kesehatan Masyarakat
1)      Kesehatan bagi semua
           Pemerintah mempunyai tugas berat untuk melaksanakan program ini secara optimal untuk mencapai efisiensi dan berkualitas. Hal yang mesti diingat pemerintah, bahwa kesejahteraan social tersebut dapat terwujut menurut pandangan ekonomi kesehatan apabila tercapai kepuasan maksimal yang diinginkan oleh setiap anggota masyarakat.
2)      Perlunya jaminan kesehatan masyarakat
Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakir dan mudah terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan lingkungan, perumahan yang saling berhimpitan, serta pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya rendah.
Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai factor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal.
Peningkatan biaya kesehatan yang diakibatkan oleh berbagai factor seperti perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola bembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, kondisi geografis yang sulit dijangkau sarana kesehatan.

F.      Restrukturisasi system kesehatan
Hsiao (2000) mengusulkan perlunya upaya restrukturisasi terhadap lima komponen utama yang akan berdampak pada hasil, yaitu :
a.       Restrukturisasi keuangan (financing)
Keuangan atau anggran merupakan komponen structural utama yang akan mempengaruhi hasil karena dapat berdampak pada pendidtribusian status kesehatan dan kemampuan pembiayaan pemerintah terhadap pelayanan kesehatan.
b.      Restrukturisasi Organisasi makro melalui pengorganisasian pasar seperti
 Membagi fungsi pelaksanaan pelayanan kesehatan pada bagian terkecil untuk alas an efisiensi dan kualitas (misalnya home care, pusat rehabilitasi) yang terintegrasi secara vertical.
c.       Memilih system pembayaran yang tepat kepada pemberi pelayanan kesehatan.
d.      Diperlukan regulasi dengan coercive power
Diperlukan upaya edukasi, informasi, dan persuasi untuk mempengaruhi keyakinan, harapan, gaya hidup, dan pilihan masyarakat.


[1] Potter dan Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.EGC :Jakarta.hal 277
[2] PPNI. 2005. Standar Profesi Perawat Indonesia. (online).www.inna-ppni.or.id
[3] UU Keperawatan 2014 pasal 1
[4] PPNI. 2005 hal:3
[5] Aziz Alimul Hidayat.2008.Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.Salemba Medika:Jakarta.Hal 3
[6] Kusnanto.2004. Pengantar profesi danpraktek keperawatan professional. EGC. Jakarta. Hal;96
[7] Kusnanto.2004. hal 94-95
[8] Kozier & Erb’s.2004. Fundamentals of nursing. Edition 9. Person. USA. Hal;85-86
 

PEMBAHASAN


3.1.  Praktek Keperawatan

Hingga dewasa ini perawatan di Indonesia sedang memasuki proses awal dari proses professional dan masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisasi yang sesuai dengan keadaan lingkungan social ekonomi di Indonesia.[1]Untuk itu, para perawat harus memahami falsafah dan paradigma keperawatan yang memberi arah kepada perkembangan keperawatan sebagai profesi. Salah satu karakteristik utama praktik professional adalah praktek yang didasarkan pada nilai-nilai professional semakin dibutuhkan karena:[2]

a.       Perkembangan pesat yang terjadi pada teknologi kesehatan, perubahan social ekonomi, dan peningkatan kesadaran klien akan haknya.

b.      Tuntutan profesi untuk melindungi hak klien dalam mendapatkan layanan bermutu, sehingga perawat diharapkan mampu berperan sebagai pembela klien. Peran sebagai pembela klien, didasarkan pada prinsip melakukan yang baik untuk klien (beneficience) dan tidak merugikan klien (nonmaleficence).
Nilai-nilai yang terkandung dalam praktek keperawatan dintaranya adalah[3]
a)      Nilai intelektual
Terdiri tiga komponen yang sangat terkait
1)      Body of knowledge yang melandasi praktek professional
2)      Pendidikan spesialisasi untuk meneruskan kelompok ilmu pengetahuan
3)      Penggunaan pengetahuan dalam berfikir kritis dan kreatif
b)      Nilai Komitmen Moral
Perilaku perawat harus dilandasi aspek moral
c)      Otonomi, Kendali, dan tanggung gugat
Sesuai dengan teori yang paparkan di atas, dalam melaksanakan praktek perawat harus secara professional. Bekal untuk professional adalah mengerti nilai dasar keperawatan, sehingga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan holistic, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, bersifat manusiawi, berdasarkan kebutuhan baik internal maupun eksternal klien, asuhan ditujukan untuk mengatasi masalah keperawatan klien. Allah berfirman dalam Surat Al-Qashash ayat 77“ ….Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…”[4]
Kecenderungan dan arah perkembangan keperawatan terus mengalami perubahan.Dahulu asuhan keperawatan diberikan atas dasar naluriah, sebagai ungkapan kasih sayang seorang ibu terhadap anggota keluarganya yang sakit. Demikian pelayanan keperawatan lebih bersifat pelayanan vokasional atau tradisional, sekarang mulai dikaji/ dipelajari dan dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah yang mendasari ilmu keperawatan, sebab ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan, sistesis dari ilmu-ilmu dasar dan ilmu keperawatan. Ilmu terapan tidak akan lepas dengan ilmu lainnya, misalnya ilmu budaya ataupun ilmu ekonomi.
Menurut teori Bereaucratic Caring Dr, Marilyn Ray’s menyampaikankesehatan, sistem kesehatan, danpraktikkeperawatan dalamorganisasi yang kompleksyang terus berubah.perawatyang terlibatdalam lingkunganpraktekdidasarkan padadimensispiritual-etika, politik, ekonomi, hukum, teknologi, pendidikan, fisik dan sosial-budaya. hubungan perawat-klien dengan variabel perawatan, dimana salah satu variabel yaitu ekonomi.
ray (1987b) challenged nurse and nursing to discover the meaning of the moral foundation of human caring and economics. the economic and political dimensions of the theory of bureaucratic caring served as the basis for the ongoing research conducted by ray and turkel. in a grounded theory conducted by ray and turkel (2000), qualitative interviews were conducted in not-for-profit and military sectors of the healthcare delivery system. the purpose of this research was to continue the study of the nurse-patient relationship as an economic interpersonal resource. findings from this study identified that the nurse-patient relationship was both outcome and process. categories, which emerged during data analysis, included relationships, caring and costs. the formal theory of relational caring complexity illustrated that the caring relationship among the nurse, patient, and administrator is complex and co creative, is both process and outcome, and is a function of a set of economic variables and a set of nurse-patient relational caring variables. economic variables are depicted as time, technical, and organizational resources. nurse-patient relational caring variables are caring, relationship, and education (turkel & ray, 2000)[5]
Dasar riset yang dilakukan ray (2010) yaitu membayar untuk layananperawatan kesehatanmenjadimasalah yang lebih besar. sistempenyediaan layanan kesehatansangat dipengaruhiolehjumlahstatus ekonomisuatu negara. menurut pusatuntukMedicaiddanMedicarejasa(cms, 2008)faktor yang berhubungan dengankepeduliantermasuk uang, anggaran, sistemasuransi, keterbatasan, dan petunjukyang diberlakukan olehorganisasimanaged caredan, alokasisumber daya yang langkamanusia dan materialuntuk menjaga kelangsungan hidupekonomiorganisasi.merawatsebagai sumberantarpribadiharus dipertimbangkanserta barang-barang, uangdan jasa.
Pendekatan holistic dalam memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan tanpa mengenyampingkan aspek etik dan legal keperawatan menjadi poin penting. Perawat dituntut memberikan pelayanan yang professional akan tetapi bukan hanya satu ilmu keperawatan saja yang perlu dipahami akan ilmu yang lain, salah satunya adalah ekonomi. Memandang manusia sebagai klien harus holistic artinya faktor eksternal tidak boleh dikesampingkan oleh perawat, lingkungan, budaya, ekonomi, politik.Sesuai dengan definisi keperawatan dalam lokakarya tahun 1983 yaitu sebagai suatu bentuk pelayanan professional merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencangkup seluruh proses kehidupan manusia.
3.2.  Trend dan Issue Hubungan Ekonomi dengan Praktek Keperawatan Keperawatan
1.      Pemerintah
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi disebuah Negara akan sangat mempengaruhi derajat kesehatan penduduknya dan berkaitan erat pula dengan kemampuan Negara tersebut untuk mengembangkan pelayanan kesehatan maupun kegiatan-kegiatan lain disektor kesehatan. Oleh karena itu kebijaksanaan dibidang kesehatan dan pelaksanaannya juga sangat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi secara makro.
Program-program kesehatan hendaknya dipandang sebagai suatu strategi yang menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi dari suatu penduduk.Strategi tersebut membutuhkan pilihan program-program yang dapat meningkatkan derajat kesehatan secara efisien.
Pada saat ini pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Dengan terbitnya kedua undang-undang dimaksud, Pemerintah diwajibkan untuk memberikan lima jaminan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia yaitu jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan tunjangan hari tua. Jaminan dimaksud akan dibiayai oleh perseorangan, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah. Dengan demikian, Pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan Universal Health Coverage dalam hal pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dimana sebelumnya Pemerintah (Pusat) hanya memberikan pelayanan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan ABRI-Polisi. Kebijakan ini umumnya diterapkan di negara-negara yang menganut paham welfare state yaitu negara di Eropa Barat dan negara jajahan mereka serta beberapa negara Amerika Latin.[6]
Menurut Mentri Kesehatan Nafsiah Mboi, sampai akhir bulan Mei 2014 penyelenggaraan JKN sudah berhasil memberikan perlindungan kepada lebih dari 50% penduduk Indonesia. [7]suatu kebijakan pasti mempunyai dampak, baik dirugikan maupun diuntungkan. Keperawatan juga mendapat dampak dari program ini yaitu tuntutan profesionalitas perawat dalam melaksanakan praktek keperawatannya. Didalam Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam bab IV tentang pelayanan kesehatan dikatakan dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktek bidan dan atau praktik perawat untuk memberikan pelayanan kesehatan Tingkat pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.[8]
2.      Profesi Keperawatan
Pada saat ini kebutuhan masyarakat terhadap masyarakat terhadap pelayanan kesehatan termasuk keperawatan akan terus meningkat. Masyarakat akan menuntut tersedianya pelayanan keperawatn dengan kualitas secara professional dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan yang ditentukan. Pendekatan holistic dalam memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan tanpa mengenyampingkan aspek etik dan legal keperawatan harus betul-betul dilaksanakan.
a.       Peran perawat
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, berdasarkan Doheny(1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional, melipuri:
1)      Care giver / pemberi asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung maupun tidak langsung kepada pasien, menggunakan pendekatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi serta evaluasi.Dalam pengkajian perawat harus mengumpulkan data dan informasi dengan benar dan lengkap termasuk bidang ekonomi.Karena status derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh ekonomi.Untuk itu dalam memberikan pelayanan/ asuhan keperawatan perawat memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistic dan unik.
2)      Client Advocate
Perawat sebagai pembela untuk melindungi klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan.Kalau dalam konteks ekonomi, perawat menjadi advocate pasien mendapatkan hak informasi perkiraan biaya pengbatan / rincian biaya atas penyakit yang dideritanya dan Hak menyetujui izin persetujuan tindakan keterkaitan biaya.
3)      Concelor
Dalam memberikan arahan perawat bisa menggunakan pendekatan ekonomi dalam merubah perilaku menjadi sehat.
4)      Educator
Perawat memberikan pengetahuan kesehatan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan
5)      Collaborator
Perawat melakukan kerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien. Dalam melakukan kolaborasi perawat mempunyai peran sebagai advocasi biar tidak merugikan klien.
6)      Coordinator
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang tumpang tindih.
7)      Change agent
Perawat dapat melakukan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
8)      Consultant
Perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan ataupun terkait dengan ekonomi klient.
b.      Hubungan ekonomi dengan etik keperawatan
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Fenomena saat ini banyak terjadi pelagaran etik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.Pelangaran etik yang sering terjadi yaitu dari sisi keadilandimana adanya perbedaan pelayanan yang miskin dan yang kaya. Seperti contoh dibawah ini dari harian kompas jumat, 20 September 2012[9]


[1]Kusnanto.2004. Pengantar profesi danpraktek keperawatan professional.EGC. Jakarta. Hal:60
[2] Ratna Sitorus. 2006. Model Praktek Keperawatan Profesional Di Rumah sakit: Penataan Struktur & Proses (sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan Diruang Rawat. EGC. Jakarta. Hal;16-17
[3]Kusnanto. 2004. Hal:103
[4] Q.S. Al-Qashash;77
[5] Marian C. Turkel. 2007. Dr. Marilyn Ray’s Theory of Bereaucratic Caring. International Journal for Human caring. Vol. 11, No. 4, 57-69.
[6]Novijan Janis.2014.BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Kesehatan. Artikel Ilmiah Subbidang Analisis Resiko Ekonomi, Keuangan dan Sosial. Kemenkeu RI.
[7]Nafsiah mboi. 2014. Data JKN. (online) www.jkn.kemkes.go.id/detailberita.php?id=76
[8]Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
  


a.       Pengaruh pendapatan ekonomi dengan kinerja perawat
Salah satu penyebab utama masalah-masalah tenaga keperawatan, pelayanan keperawatan dan kekurangan perawat adalah rendahnya kepuasan kerja perawat.lebih dari 40%  menglami ketidakuasan kerja dan 33% perawat berumur kurang dari 30 tahun bermaksud keluar dari pekerjaan mereka (aitken et al, 2001). Berbagai penyebab yang berhubungan dengan kepuasan kerja perawat sangat bervariasi. Disampaikan oleh chen (2008) bahwa pada tingkat macroekonomi kekurangan perawat dan ketidakpuasan kerja berhubungan dengan manajemen, kepemimpinan, beban kerjajadwal kerja, kolaborasi, interdisiplin, stafiing gaji, fisik[1].
Seperti halnya perawat dalam berita dari Imoney Indonesia 21 Mei 2014  mengkategorikan perawat lima dari 4 profesi berganti rendah di Indonesia[2]. Disamping itu juga malang post tanggal 02 Mei 2013 berjudul gaji perawat poskesdes jauh di bawah UMK.[3]Ini suatu yang dilematis dari segi profesi keperawatan, tidak adanya suatu kebijakan dari organisasi profesi terkait pembelaan terhadap keperawatan supaya dalam menjalan praktek keperawatan bisa professional.
Paper reviews dari David Keepnews Association Professional Nursing and Health Care Council Washington State (2013)[4] tentang “Mapping the Economic Value of Nursing” merekomendasikan terkait permasalahan economi di profesi perawat itu sendiri seperti di bawah ini.
“Nurses should be knowledgeable about the economic and policy issues that drive decisions relating to their practice. As health care organizations continue to adjust to changes in the health care system, including the financing of health care services, nurses should possess the requisite knowledge to understand those changes, respond to them and to advocate on behalf of themselves and their patients. This means that nurses should have at least a basic understanding of health policy and financing as well as current knowledge regarding the link between nursing and outcomes of care. At the same time, nurses need to remain grounded in the human values on which the profession is based”

[1]Edi Wuryanto.2010.Hubungan Lingkungan Kerja dan Karakteristik Individu dengan Kepuasan Kerja Perawatdi RSUD Tugurejo Semarang. (tesis). Fakultas Ilmu Keperawatan. Program Magister Keperawatan Universitas Indonesia.
[4]David M. Keepnews.2013. Mapping Economic Value of Nursing.Wasington State Nurse Assoction(online)http://www.wsna.org/practice/publications/documents/economic%20value%20of%20nursing%20-%20white%20paper.pdf

 

KESIMPULAN

Berdasarkan teori Bereaucratic Caring Dr, Marilyn Ray’s menyampaikan kesehatan, sistem kesehatan, danpraktikkeperawatan dalamorganisasi yang kompleksyang terus berubah.perawatyang terlibatdalam lingkunganpraktekdidasarkan padadimensispiritual-etika, politik, ekonomi, hukum, teknologi, pendidikan, fisik dan sosial-budaya. Hubungan perawat-klien dengan variabel perawatan, dimana salah satu variabel yaitu ekonomi.
Perawat dituntut memberikan pelayanan yang professional akan tetapi bukan hanya satu ilmu keperawatan saja yang perlu dipahami akan ilmu yang lain, salah satunya adalah ekonomi. Memandang manusia sebagai klien harus holistic artinya faktor eksternal tidak boleh dikesampingkan oleh perawat, lingkungan, budaya, ekonomi, politik.
Diperkuat dengan trend dan issue  hubungan ekonomi dengan praktek keperawatan dari :
1.        Pemerintah
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi disebuah Negara akan sangat mempengaruhi derajat kesehatan penduduknya dan berkaitan erat pula dengan kemampuan Negara tersebut untuk mengembangkan pelayanan kesehatan maupun kegiatan-kegiatan lain disektor kesehatan.
Pada saat ini pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).

2.    Profesi Keperawatan
Peran perawat adalah care giver/pemberi asuhan keperawatan,clientadvocate,conceler,educator, collaborator, coordinator, change agent, consultant.
3.    Pengaruh pendapatan ekonomi dan kinerja perawat
Sesuai dengan hasil penilitian oleh cheen (2008) bahwa pada tingkat makroekonomi kekurangan perawat, dan ketidakpuasan kerja  dengan manajemen,kepeminpinan, beban kerja, jadwal kerja, kolaborasi, interdisiplin, fisik serta salah satunya berhubungan dengan staffing gaji. Hal ini juga diungkapkan malang post tanggal 02 mei 2013, berjudul gaji perawat poskesdes jauh di bawah UMR.

SARAN
Dalam menghadapi dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan yang bersifat personal atau pun professional, seorang perawat harus tetap melakukan pendekatan holistic dalam memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatn tanpa menyampingkan aspek etik dan legal sesuai dengan peran perawat. 
Program – program kesehatan, pemerintah harus memiliki strategi yang  lebih efisien sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan dan ekonomi secara menyeluruh.

0 Reviews

Contact form

Nama

Email *

Pesan *